GimoAdi.Blogg
Image by Cool Text: Free Logos and Buttons - Create An Image Just Like This

Cari Situs

Minggu, 29 April 2012

All About Difteri


 

A.   Latar Belakang
Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) seperti TBC, Diphteri,Pertusis, Campak, Tetanus, Polio, dan Hepatitis B merupakan salah satu penyebabkematian anak di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Diperkirakan 1,7 juta kematian pada anak atau 5% pada balita di Indonesia adalah akibat PD3I.Difteri merupakan salah satu penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Difteri adalah penyakit yang disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphtheriae, oleh karena itu penyakitnya diberi nama serupadengan kuman penyebabnya. Sebelum era vaksinasi, racun yang dihasilkan oleh kuman ini sering meyebabkan penyakit yang serius, bahkan dapat menimbulkan kematian.

Tapi sejak vaksin difteri ditemukan dan imunisasi terhadap difteri digalakkan, jumlah kasus penyakit dan kematian akibat kuman difteri menurun dengan drastis.Difteri termasuk penyakit menular yang jumlah kasusnya relatif rendah.Rendahnya kasus difteri sangat dipengaruhi adanya program imunisasi. Jumlah kasus penyakit difteri di Propinsi Jawa Timur tahun 2006 sebesar 39 kasus,dengan rincian jumlah terbanyak Kota Surabaya 8 Kasus, Kab. Sidoarjo 7 kasus,Kab. Sumenep 4 kasus dan Kota Probolinggo 4 kasus.( Dinkes Jatim ,2006)
B.    Definisi
Difteria adalah suatu penyakit bakteri akut terutama menyerang tonsil,faring,laring, hidung, adakalanya menyerang selaput lendir atau kulit sertakadang-kadang konjunngtiva atau vagina. Timbulnya lesi yang khas disebabkanoleh cytotoxin spesifik yang dilepas oleh bakteri. Lesi nampak sebagai suatumembran asimetrik keabu-abuan yang dikelilingi dengan daerah inflamasi.Tenggorokan terasa sakit, sekalipun pada difteria faucial atau pada difterifaringotonsiler diikuti dengan kelenjar limfe yang membesar dan melunak. Padakasus-kasus yang berat dan sedang ditandai dengan pembengkakan dan oedema dileher dengan pembentukan membran pada trachea secara ektensif dan dapatterjadi obstruksi jalan napas.Difteri hidung biasanya ringan dan kronis dengan satu rongga hidung tersumbatdan terjadi ekskorisasi (ledes). Infeksi subklinis (atau kolonisasi) merupakankasus terbanyak. Toksin dapat menyebabkan myocarditis dengan heart block dankegagalan jantung kongestif yang progresif,timbul satu minggu setelah gejalaklinis difteri. Bentuk lesi pada difteri kulit bermacam-macam dan tidak dapatdibedakan dari lesi penyakit kulit yang lain, bisa seperti atau merupakan bagiandari impetigo.(Kadun,2006)
C.    Penyebab
Penyebab penyakit difteri adalah Corynebacterium diphtheriae. Berbentuk batanggram positif, tidak berspora, bercampak atau kapsul. Infeksi oleh kuman sifatnyatidak invasive, tetapi kuman dapat mengeluarkan toxin, yaitu exotoxin. Toxindifteri ini, karena mempunayi efek patoligik meyebabkan orang jadi sakit. Adatiga type variants dari Corynebacterium diphtheriae ini yaitu : type mitis, type intermedius dan type gravis. Corynebacterium diphtheriae dapat dikalsifikasikan dengan cara bacteriophage lysis menjadi 19 tipe.Tipe 1-3 termasuk tipe mitis, tipe 4-6 termasuk tipe intermedius, tipe 7 termasuk tipe gravis yang tidak ganas, sedangkan tipe-tipe lainnya termasuk tipe gravisyang virulen. Corynebacterium diphtheriae ini dalam bentuk satu atau dua varian yang tidak ganas dapat ditemukan pada tenggorokan manusia, pada selaputmukosa.(Depkes,2007)
D.   Cara Penularan
Sumber penularan penyakit difteri ini adalah manusia, baik sebagai penderitamaupun sebagai carier.Cara penularannya yaitu melalui kontak dengan penderitapada masa inkubasi atau kontak dengan carier. Caranya melalui pernafasan atau droplet infection .Masa inkubasi penyakit difteri ini 2 – 5 hari, masa penularan penderita 2-4 minggu sejak masa inkubasi, sedangkan masa penularan carier  bisa sampai 6 bulan.Penyakit difteri yang diserang terutama saluran pernafasan bagian atas. Ciri khasdari penyakit ini ialah pembekakan di daerah tenggorokan, yang berupa reaksiradang lokal , dimana pembuluh-pembuluh darah melebar mengeluarkan sel darahputih sedang sel-sel epitel disitu rusak, lalu terbentuklah disitu membaran putihkeabu-abuan (psedomembrane). Membran ini sukar diangkat dan mudah berdarah.Di bawah membran ini bersarang kuman difteri dan kuman-kuman inimengeluarkan exotoxin yang memberikan gejala-gejala dan miyocarditis.
Penderita yang paling berat didapatkan pada difteri fauncial dan faringeal.(Depkes,2007). Menurut tingkat keparahannya, penyakit ini dibagi menjadi 3 tingkat yaitu :
  • Infeksi ringan bila pseudomembran hanya terdapat pada mukosa hidungdengan gejala hanya nyeri menelan.
  • Infeksi sedang bila pseudomembran telah menyerang sampai faring (dindingbelakang rongga mulut) sampai menimbulkan pembengkakan pada laring.
  • Infeksi berat bila terjadi sumbatan nafas yang berat disertai dengan gejalakomplikasi seperti miokarditis (radang otot jantung), paralisis (kelemahananggota gerak) dan nefritis (radang ginjal).Disamping itu, penyakit ini juga dibedakan menurut lokasi gejala yang dirasakanpasien :
  • Difteri hidung (nasal diphtheria) bila penderita menderita pilek dengan ingusyang bercampur darah. Prevalesi Difteri ini 2 % dari total kasus difteri. Bilatidak diobati akan berlangsung mingguan dan merupakan sumber utamapenularan.
  • Difteri faring (pharingeal diphtheriae)dan tonsil dengan gejala radang akuttenggorokan, demam sampai dengan 38,5 derajat celsius, nadi yang cepat,tampak lemah, nafas berbau, timbul pembengkakan kelenjar leher. Pada difteri jenis ini juga akan tampak membran berwarna putih keabu abuan kotor didaerah rongga mulut sampai dengan dinding belakang mulut (faring).
  • Difteri laring (laryngo trachealdiphtheriae) dengan gejala tidak bisa bersuara, sesak, nafas berbunyi, demam sangat tinggi sampai 40 derajat celsius, sangat lemah, kulit tampak kebiruan, pembengkakan kelenjar leher. Difteri jenis ini merupakan difteri paling berat karena bisa mengancam nyawa penderita akibat gagal nafas.
Gambar 2: Difteri Laring

 
 
Difteri kutaneus (cutaneous diphtheriae) dan vaginal dengan gejala berupaluka mirip sariawan pada kulit dan vagina dengan pembentukan membrandiatasnya. Namun tidak seperti sariawan yang sangat nyeri, pada difteri, lukayang terjadi cenderung tidak terasa apa apa.
A.   Diagonosis
Pada penyakit difteri ini diagnosis dini sangat penting. Keterlambatan pemberianantitoksin sangat mempengaruhi prognosa. Diagnosa harus ditegakakkanberdasarkan gejala klinik.Test yang digunakan untuk mendeteksi penyakit Difteri boleh meliputi :
-      gram Noda kultur kerongkongan atau selaput untuk mengidentifikasiCorynebacterium diphtheriae.
-      Untuk melihat ada tidaknya myocarditis (peradangan dinding otot jantung) dapat di lakuka dengan electrocardiogram (ECG).
Pengambilan smear dari membran dan bahan dibawah membran, tetapi hasilnyakurang dapat dipercaya. Pemeriksaan darah dan urine, tetapi tidak spesifik.Pemeriksaan Shick test bisa dilakukan untuk menentukan status imunitaspenderita.
B.    Gejala Penyakit
Gejala klinis penyakit difteri ini adalah :
1.       Panas lebih dari 38 °C
2.       Adapsedomembranebisa di pharynx,larynxatau tonsil
3.       Sakit waktu menelan
4.       Leher membengkak seperti leher sapi (bullneck), disebabkan karena pembengkakan kelenjar leher.
Tidak semua gejala-gejala klinik ini tampak jelas, maka setiap anak panas yangsakit waktu menelan harus diperiksa pharynx dan tonsilnya apakah adapsedomembrane. Jika pada tonsil tampak membran putih kebau-abuan disekitarnya, walaupun tidak khas rupanya, sebaiknya diambil sediaan (spesimen) berupa apusan tenggorokan (throat swab) untuk pemeriksaan laboratorium.Gejala diawali dengan nyeri tenggorokan ringan dan nyeri menelan. Pada anak tak  jarang diikuti demam, mual, muntah, menggigil dan sakit kepala. Pembengkakan kelenjar getah bening di leher sering terjadi.(Ditjen P2PL Depkes,2003)
C.    Patogenesis
Biasanya bakteri berkembangbiak pada atau di sekitar permukaan selaputlendir mulut atau tenggorokan dan menyebabkan peradangan. Bila bakteri sampaike hidung, hidung akan meler. Peradangan bisa menyebar dari tenggorokan kepita suara (laring) dan menyebabkan pembengkakan sehingga saluran udaramenyempit dan terjadi gangguan pernafasan.
Bakteri ini ditularkan melalui percikan ludah dari batuk penderita atau bendamaupun makanan yang telah terkontaminasi oleh bakteri. Ketika telah masuk dalam tubuh, bakteri melepaskan toksin atau racun. Toksin ini akan menyebarmelalui darah dan bisa menyebabkan kerusakan jaringan di seluruh tubuh,terutama jantung dan saraf.Toksin biasanya menyerang saraf tertentu, misalnya saraf di tenggorokan.
Penderita mengalami kesulitan menelan pada minggu pertama kontaminasi toksin.Antara minggu ketiga sampai minggu keenam, bisa terjadi peradangan pada saraf lengan dan tungkai, sehingga terjadi kelemahan pada lengan dan tungkai.Kerusakan pada otot jantung (miokarditis) bisa terjadi kapan saja selama minggupertama sampai minggu keenam, bersifat ringan, tampak sebagai kelainan ringanpada EKG. Namun, kerusakan bisa sangat berat, bahkan menyebabkan gagal jantung dan kematian mendadak. Pemulihan jantung dan saraf berlangsung secaraperlahan selama berminggu-minggu.
Pada penderita dengan tingkat kebersihanburuk, tak jarang difteri juga menyerang kulit.Pada serangan difteri berat akan ditemukan pseudomembran, yaitu lapisan selaputyang terdiri dari sel darah putih yang mati, bakteri dan bahan lainnya, di dekatamandel dan bagian tenggorokan yang lain. Membran ini tidak mudah robek danberwarna abu-abu. Jika membran dilepaskan secara paksa, maka lapisan lendir dibawahnya akan berdarah. Membran inilah penyebab penyempitan saluran udaraatau secara tiba-tiba bisa terlepas dan menyumbat saluran udara, sehingga anak mengalami kesulitan bernafas.Berdasarkan gejala dan ditemukannya membran inilah diagnosis ditegakkan. Tak  jarang dilakukan pemeriksaan terhadap lendir di tenggorokan dan dibuat biakan dilaboratorium. Sedangkan untuk melihat kelainan jantung yang terjadi akibatpenyakit ini dilakukan pemeriksaan dengan EKG. .(Ditjen P2PL Depkes,2003)
D.   Komplikasi
Komplikasi bisa dipengaruhi oleh virulensi kuman, luas membran, jumlah toksin,waktu antara timbulnya penyakit dengan pemberian antitoksin.Komplikasi difteri terdiri dari :1.Infeksi sekunder, biasanya oleh kuman streptokokus dan stafilokokus2.Infeksi Lokal : obstruksi jalan nafas akibat membran atau oedema jalannafas3.Infeksi Sistemik karena efek eksotoksinKomplikasi yang terjadi antara lain kerusakan jantung, yang bisa berlanjutmenjadi gagal jantung. Kerusakan sistem saraf berupa kelumpuhan saraf penyebab gerakan tak terkoordinasi. Kerusakan saraf bahkan bisa berakibatkelumpuhan, dan kerusakan ginjal.
E.    Pencegahan dan Pengobatan
Setiap orang dapat terinfeksi oleh difteri,tetapi kerentanan terhadap infeksitergantung dari pernah tidaknya ia terinfeksi oleh difteri dan juga padakekebalannya. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kebal akan mendapat kekebalanpasif, tetapi taka akan lebih dari 6 bulan dan pada umur 1 tahun kekebalannyahabis sama sekali. Seseorang yang sembuh dari penyakit difteri tidak selalumempunyai kekebalan abadi. Paling baik adalah kekebalan yang didapat secaraaktif dengan imunisasi.
Berdasarkan penelitian Basuki Kartono bahwa anak dengan status imunisasi DPTdan DT yang tidak lengkap beresiko menderita difteri 46.403 kali lebih besar daripada anak yang status imunisasi DPT dan DT lengkap. Keberadaan sumberpenularan beresiko penularan difteri 20.821 kali lebih besar daripada tidak adasumber penularan. Anak dengan ibu yang bepengetahuan rendah tentangimunisasi dan difteri beresiko difteri pada anak-anak mereka sebanyak 9.826 kalidibandingkan dengan ibu yang mempunyai pengetahuan tinggi tentang imunisasi. dan difteri. Status imunisasi DPT dan DT anak adalah faktor yang paling dominandalam mempengaruhi terjadinya difteri.(Kartono,2008)Pencegahan paling efektif adalah dengan imunisasi bersamaan dengan tetanus danpertusis (DPT) sebanyak tiga kali sejak bayi berumur dua bulan dengan selangpenyuntikan satu – dua bulan. Pemberian imunisasi ini akan memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit difteri, pertusis dan tetanus dalam waktubersamaan. Efek samping yang mungkin akan timbul adalah demam, nyeri danbengkak pada permukaan kulit, cara mengatasinya cukup diberikan obat penurunpanas . Berdasarkan program dari Departemen Kesehatan RI imunisasi perludiulang pada saat usia sekolah dasar yaitu bersamaan dengan tetanus yaitu DTsebanyak 1 kali.
Sayangnya kekebalan hanya diiperoleh selama 10 tahun setelahimunisasi, sehingga orang dewasa sebaiknya menjalani vaksinasi booster (DT)setiap 10 tahun sekali.Bagi anak-anak dan orang dewasa yang mempunyai masalah dengan sistemkekebalan mereka atau mereka yang terinfeksi HIV diberikan imunisasi denganvaksin difteria dengan jadwal yang samaSelain pemberian imunisasi perlu juga diberikan penyuluhan kepada masyarakatterutama kepada orang tua tentang bahaya dari difteria dan perlunya imunisasiaktif diberikan kepada bayi dan anak-anak. Dan perlu juga untuk menjagakebersihan badan, pakaian dan lingkungan. Penyakit menular seperti difterimudah menular dalam lingkungan yang buruk dengan tingkat sanitasi rendah.Oleh karena itulah, selain menjaga kebersihan diri, kita juga harus menjagakebersihan lingkungan sekitar. Disamping itu juga perlu diperhatikan makananyang kita konsumsi harus bersih. Jika kita harus membeli makanan di luar,pilihlah warung yang bersih. Jika telah terserang difteri, penderita sebaiknyadirawat dengan baik untuk mempercepat kesembuhan dan agar tidak menjadisumber penularan bagi yang lain. Pengobatan difteri difokuskan untuk menetralkan toksin (racun) difteri dan untuk membunuh kuman Corynebacteriumdiphtheriae penyebab difteri. Setelah terserang difteri satu kali, biasanya penderitatidak akan terserang lagi seumur hidup.
Melihat bahayanya penyakit ini maka bila ada anak yang sakit dan ditemukangejala diatas maka harus segera dibawa ke dokter atau rumah sakit untuk segeramendapatkan penanganan. Pasien biasanya akan masuk rumah sakit untuk diopname dan diisolasi dari orang lain guna mencegah penularan. Di rumah sakitakan dilakukan pengawasan yang ketat terhadap fungsi fungsi vital penderitauntuk mencegah terjadinya komplikasi. Mengenai obat, penderita umumnya akandiberikan antibiotika, steroid, dan ADS (Anti Diphteria Serum).Perawatan umum penyakit difteri yaitu dengan melakukan isolasi, bed rest : 2-3minggu, makanan yang harus dikonsumsi adalah makanan lunak, mudah dicerna,protein dan kalori cukup, kebersihan jalan nafas, pengisapan lendir.
Dengan pengobatan yang cepat dan tepat maka komplikasi yang berat dapatdihindari, namun keadaan bisa makin buruk bila pasien dengan usia yang lebihmuda, perjalanan penyakit yang lama, gizi kurang dan pemberian anti toksin yangterlambat.Walaupun sangat berbahaya dan sulit diobati, penyakit ini sebenarnya bisadicegah dengan cara menghindari kontak dengan pasien difteri yang hasil lab-nyamasih positif dan imunisasi.Pengobatan khusus penyakit difteri bertujuan untuk menetralisir toksin danmembunuh basil dengan antibiotika ( penicilin procain, Eritromisin, Ertromysin,Amoksisilin, Rifampicin, Klindamisin, tetrasiklin).Pengobatan penderita difteria ini yaitu dengan pemberian Anti Difteria Serum(ADS) 20.000 unit intra muskuler bila membrannya hanya terbatas tonsil saja,tetapi jika membrannya sudah meluas diberikan ADS 80.000-100.000 unit.Sebelum pemberian serum dilakukan sensitif test.Antibiotik pilihan adalah penicilin 50.000 unit/kgBB/hari diberikan samapi 3 harisetelah panas turun. Antibiotik alternatif lainnya adalah erythromicyn 30-40mg/KgBB/hari selama 14 hari.
Penanggulangan melalui pemberian imunisasi DPT (Dipteri Pertusis Tetanus )dimana vakisin DPT adalah vaksin yang terdiri dari toxoid difteri dan tetanusyang dimurnikan serta bakteri pertusis yang telah diinaktifkan. Imunisasi DPTdiberikan untuk pemberian kekebalan secara simultan terhadap difteri, pertusisdan tetanus, diberikan pertama pada bayi umur 2 bulan, dosis selanjutnyadiberikan dengan interval paling cepat 4 (empat) minggun (1 bulan ). DPT pada bayi diberikan tiga kali yaitu DPT1, DPT2 dan DPT 3. Imunisasi lainnya yaitu DT(Dipteri Pertusis ) merupakan imunisasi ulangan yang biasanya diberikan padaanak sekolah dasa kelas 1.(Pedoman Teknis Imunisasi Tingkat Puskesmas,2005). Seorang karier (hasil biakan positif, tetapi tidak menunjukkan gejala) dapat menularkan difteri, karena itu diberikan antibiotik dan dilakukan pembiakan ulang pada apus tenggorokannya.Kekebalan hanya diperoleh selama 10 tahun setelah mendapatkan imunisasi,karena itu orang dewasa sebaiknya menjalani vaksinasi booster setiap 10 tahun.
F.    Determinan
Beberapa kemungkinan faktor yang menyebabkan kejadian Difteria diantaranya :
1.    Cakupan imunisasi, artinya dimana ada bayi yang kurang bahkantidak mendapatkan imunisasi DPT secara lengkap.Berdasarkan penelitian Basuki Kartono bahwa anak dengan statusimunisasi DPT dan DT yang tidak lengkap beresiko menderita difteri 46.403 kali lebih besar dari pada anak yang status imunisasi DPT danDT lengkap.
2.    Kualitas vaksin, artinya pada saat proses pemberian vaksinasi kurang menjaga Coldcain secara sempurna sehingga mempengaruhi kualitasvaksin.
3.    Faktor Lingkungan, artinya lingkungan yang buruk dengan sanitasiyang rendah dapat menunjang terjadinya penyakit Difteri.Letak rumah yang berdekatan sangat mudah sekali menyebarkanpenyakit difteria bila ada sumber penularan.
4.    Rendahnya tingkat pengetahuan ibu, dimana pengetahuan akan pentingnya imunisasi sangat rendah dan kurang bisa mengenali secaradini gejala-gejala penyakit difteria.
5.    Akses pelayanan kesehatan yang rendah, dimana hal ini dapat dilihatdari rendahnya cakupan imunisasi di beberapa daerah tertentu.

DAFTAR PUSTAKA
Kadun I Nyoman, 2006, Manual Pemberantasan Penyakit Menular , CVInfomedika, JakartaDitjen P2PL, Depkes RI,
Revisi Buku Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (Pedoman Epidemiologi Penyakit), 2007, Jakarta
Ditjen P2PL, Depkes RI, Panduan Praktis Surveilens Epidemiologi Penyakit, 2003, Jakarta
Ditjen P2PL, Depkes RI, Pedoman Teknis Imunisasi Tingkat Puskesmas, 2005,Jakarta
Kartono, 2008, Lingkungan Rumah dan Kejadian Difteri di Kabupaten Tasikmalaya dan Kabupaten Garut, Jurnal Kesehatan Masyarakat NasionalVol.2 No.5Profil,2004,
Profil Kesehatan,http:// www.Bank Data/Depkes.go.id/,KJ,2007.
Wijaya Kusuma, 2004, Difteri, Cara Mencegah dan Mengatasinya, http:/Cyberhelath.com,2004
Supriyanto,dkk, 2008, Reaksi Kekebalan Anak Sekolah Terhadap Toksoid  Difteri .http:/www.kalbe.co.id/ files/cdk/files/2008